MAKALAH
SEJARAH MUNCULYA AL-AJARIDAH
DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA
Disusun oleh :
1. Muhammad
Mabrur
2. Joni M
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NADHATUL
ULAMA
PURWOREJO 2012
1.1 Latar
Belakang
Dalam teologi islam telah muncul berbagai macam aliran
yang memberi kesan bahwa islam telah tumbuh berkembang menjdi sejumlah sekte
dan bahkan berusaha mencatat jumlah firqoh 73 firqoh,berdasarkan apa yang telah
dikatakan sebagai Hadis nabi yang berbunyi “Umatku akan terpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan dan hanya satu yang selamat”.namun sebagian besar golongan
itu bukan lah sekte,tapi hanyalah aliran hukum dan teologi saja.sepanjang
aliran islam orang akan sia-sia saja untuk mencari sebuah sekte yang sama
sekali berbeda berdasrkan perbedaan-perbedaan doktrial, misalnya ekstriminitas
doktrial dan teologis yang di tampakkan oleh sufi dan filosofis tertentu.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa
rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
A. Bagaimana sejarah berdirinya Al-Ajaridah
B. Apa saja ajaran Al-Ajaridah
C. Sekilas perbedaan doktrin-doktrin lain fregmentasi dari khowarij
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah
ini antara lain:
1. Untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu kalam.
2. Untuk
menambah pengetahuan tentang sejarah umat islam khususnya aliran Al-Ajaridah.
3. Untuk
mengetahui doktrial yang di tampakkan oleh aliran Al-Ajaridah.
5. Untuk
mengetahui bukti terfregmentasinya umat islam.
1.7 Munculnya teologi islam
Kelompok
khowarij merupakan aliran teologi pertama yang mucul dalam dunia islam, yakni
abad 1 M/8 H pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.kemuculannya di latar
belakangi oleh pertikaian politik antara Ali bin Abi Tholib dengan Muawiyah Bin
Abi Sufyan.dalam perkembangan selanjutnya,khowarij lebih banyak bercorak
teologis.
Corak pemikiran aliran khowarij
dalam memahami nash Al-Qur’an dan hadis cenderung tekstual dan parsial,
sehingga melahirkan pemahaman yang kaku dan sektarian, serta bersikap
tendensius, mudah menfonis salah,menghukumi kafir / musrik kepada yang tidak
sependapat dengan alirannya.
Pengikut aliran khowarij di
dominasi oleh suku badui dan suku lain dari arab selatan yang menolak hegemoni
Arab Utara, kondisi inimenyebabkan tidak memiliki daya pijakan yang kuat
(oportunis), fanatisme yang berlebihan, wawasan keilmuan yang tidak memadahi dan
cenderung statis,sehingga mudah terpecah dan membentuk kelompok sekterian.
Penamaan sekte dalam aliran
khowarij ada yang di nisbatkan kepada semboyan yang mereka pakai seperti
Al-Muhakkimah,ada yang dinisbatkan kepada pemimpinnya seperti Al-Ajaridah, dan
ada yang di nisbatkan kepada tempat tinggal mereka seperti haruriyah.
AL-AJARIDAH
1.8 Sejarah berdirinya aliran Al-Ajaridah
Keberadaan
sekte Al-Ajaridah ini tidak lepas kaitannya dengan aliran khowarij, berawal
dari latar belakang kehidupannya yaitu pedesaan (badwi), hidup di padang pasir
yang tandus membuat mereka bersifat
sederhana dalam cara hidup dan pemikirannya, tetapi keras hati dan berani dan
bersikap merdeka, tidak bergantung pada orang lain.Agama tidak membawa pada
perubahan dalam sifat-sifat ke badawian mereka.mereka tetap bersikap bengis,
suka kekerasan dan gentar mati.sebagai orang badui mereka tetap jauh dari ilmu
pengetahuan, ajaran-ajaran islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis mereka
artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya.Oleh karena itu,
iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sangat sederhana
dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik.Iman yang tebal tetapi sempit
,di tambah lagi sifat fanatik membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan
terhadap ajaran islam menurut paham mereka.walaupun penyimpangan dalam bentuk
kecil.dengan sifat pengikut aliran ini yang keras,dangkal dalam ilmunya,suka
berpecah-pecah serta tidak adanya rasa penghormatan kepada pemimpin mereka.
Aliran Al-ajaridah
ini muncul sebagai reaksi adanya paham- paham sempalan khowarij lain yang
menurut pandangan mereka terlalu ekstrim
1.9 Pemikiran Al-Ajaridah
Kelompok
Aliran Al-ajaridah ini muncul sebagai reaksi adanya paham- paham sempalan
khowarij lain yang menurut pandangan mereka terlalu ekstrim / tidak sepaham
lagi.seperti halnya munculnya AlAzriqah, menurut mereka Al_Muhakkimah sudah
tidak pas atau sepaham dengan mereka,maka AL-Muhakkimah di perangi,selanjutnya,
para pengikut Al-Azariqah tidak sepaham lagi dengan pemimpin mereka, kemudian
mereka memisahkan diri dan membuat kelompok sendiri dengan nama An-Najdat, yang
pada akhirnya, menurut pengikutnya Najdat sudah tidak benar lagi dan di
perangi.Dan begitu seterusnya corak kehidupan khowarij yang terfregmentasi.
Nama Al-Ajaridah ini di
nisbatkan kepada pemimpin mereka yaitu Abdul Karim bin Ajrad. Menurut
Al-syahrastani beliau merupakan salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi dari
golongan Najdat.Ada pula yang mengatakan bahwa ibnu Ajrad merupakan murid ibnu
Baihaqi.aliran Al-Ajaridah merupakan salah satu sempalan khowarij yang
penting,di antara sekian banyaknya sekte sempalan Khowarij.
2.0 Ajaran-ajaran Al-Ajaridah
Pandangan-pandangan
kaum Al-Ajaridah jauh lebih moderat bila
di bandingkan dengan pandangan kaum Al-Azariqoh, mereka berpendapat bahwa tidak
wajib berhijrah ke wilayah mereka seperti yang diajarkan ibnu Ajrad,tetapi
hijrah merupakan kebajikan.Dengan demikian kaum Ajaridah boleh tinggal di luar
daerah kekuasan mereka dengan tidak di anggap kafir.
Di samping itu, menurut
pendapat mereka harta yang boleh dijadikan harta rampasan perang hanyalah harta
orang yang telah mati terbunuh,dan hal ini jauh berbeda dengan pendapat kaum
Azariqah,bahwa seluruh harta baik yang mati maupun yang masih hidup boleh di jadikan
rampasan perang.
Kaum Ajaridah juga menganut
paham puritanisme yaitu orang-orang yang menganut paham murni yaitu suatu
paham yang diartikan sebagai sikap tertutup, absolutis, dan liberal dalam
memakai islam. Namun ciri yang menonjol dari paham ini adalah sikap yang
sangat militan dari para pengikutnya, yang mendakwahkan ajaran secara ofensif /
menyerang yang terkadang berakhir kekerasan.
Pendapat aliran ini yang agak
radikal adalah pengingkaran mereka terhadap surat Yusuf. Dalam hal ini mereka
tidak mengakui bahwa surat Yusuf merupakan bagian Al-Qur’an. Disebabkan karena
dalam Al-Qur’an, tidak wajar dan tidak mungkin mengandung Love Story. Yaitu
yang berisi kisah cinta, itu tidak mungkin merupakan bagian Al-Qur’an.
2.1 Hancurnya Aliran Al-Ajaridah
Sebagaimana
aliran khowarij lainnya, runtuhnya aliran Al-Ajaridah juga disebabkan oleh
perpecahan yang terjadi didalam tubuh kaum Ajaridah itu sendiri.Ajaridah
kemudian terfregmentasi menjadi banyak golongan.masing-masing memiliki
doktrinal yang berbeda, doktrinal yang telah menyempal dari daoktrin Ajaridah
sebagai induknya
Menurut As Syaikh Histani
menyebutkan bahwa Al-Ajaridah terfregmentasi menjadi tujuh yaitu; As
Sholthiyah, Al-maimuniyah, Al-Hamziyah, Al-Khalifiyah, As-Syu’aibiyah, dan
Al-jazimiyah.
Secara garis besar,
aliran-aliran tersebut aliran Maimunah, dan Hamziyah menganut paham
Qodariyah.paham Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.menurut paham ini manusia
mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya.dengan demikian nama Qodariyah berasal dari pengertian
Qudrah atau kekuasaan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada Qadha dan Qadar Tuhan.dalam
istilah asing faham ini dikenal dengan nama free
will dan free action.
Sedangkan aliran lain seperti
As-Syu’aibiyah Jazimiyah menganut faham sebaliknya yaitu faham jabariyah yang
menganggap Tuhanlah yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia.manusia tidak
dapat menentang kehendak Allah.jadi nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti
memaksa.memang dalam aliran ini terdapat faham bahwa manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa.Dalam istilah inggris faham ini disebut fatalism dan predestination.Perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh
Qadha dan Qadar Tuhan.
2.2 Sekilas perbedaan ajaran Al-Ajaridah dengan ajaran Aliran lain
sempalan Khowarij
No
|
Al-Ajaridah
|
Al-Azariqah
|
An-Najdat
|
1
|
Tidak wajib hijrah ke wilayah Al-Ajaridah
|
Wajib hijrah ke wilayah Azariqah,jika
tidak maka di anggap musyrik
|
Tidak wajib berhijrah ke wilayah Najdat
|
2
|
Mendakwahkan ajarannya secara keras,
kadang kadang di sertai kekerasan dan penyerangan
|
Orang islam yang tidak memihak / kerjasam
dengan mereka di anggap murtadh
|
Orang yang tidak sepaham dengan mereka di
anggap kafir dan akan masuk neraka dan kekal di dalamnya
|
3
|
Rampasan perang hanyalah harta orang mati
|
Seluruh harta musuh boleh di jadikan rampasan
perang
|
|
4
|
Tidak boleh membunuh anak dan istri orang
islam yang tidak sepaham dengan mereka
|
Di halalkan darah anak istri orang islam
yang tidak sepaham dengan mereka
|
Tidak boleh membunuh anak dan istri orang
islam yang tidak sepaham dengan mereka
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah menguraikan pokok bahasan BAB diatas maka disimpulkan bahwa:
- Titik persamaan ilmu kalam, filsafat, dan ilmu
tasawuf yaitu ketuhanan dan kebenaran.
- Titik perbedaan ilmu kalam, filsafat, dan
ilmu tasawuf yaitu pada aspek metodologinya.
- Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu
tasawuf yaitu dalam argumentasinya.
- Doktrin yang dikembangkan Aliran Al-Ajaridah
dikategorikan dalam 3 kategori yaitu : politik, teologi, dan sosial.
B. SARAN
Agar dalam penyusunan makalah
ini dapat memberikan manfaat maka disarankan untuk lebih teliti dalam membaca
dan mengkaji isi dari pokok pembahasan BAB ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Amin, Falsafah Kalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1995.
Abdullah, Taufik, (Ed.), Sejarah dan Masyarakat, Pustaka Firdaus,
Jakarta,1987.
Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Mizan
Bandung, 1993.
Amal, Taufiq Adnan, dan Syamsu Rizal Panggabean, Tafsir dan Kontekstual
Al-quran : sebuah Kerangka Konseptual, Mizan
Bandung. 1989.
Amin Ahmad, Fajr Al-Islam. Kairo: Maktabah An-Nasdhah Al-Misriyah Li
Ashhabiha Hasan Muhammad wa Auladihi, 1924
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dilakukannya pembahasan pada bab ini yaitu adanya titik persamaan, titik
perbedaan, dan titik singgung antara ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf.
Serta seluk beluk mengenai Khawarij dan Murji’ah.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam bab ini yaitu sebagai berikut:
- Titik persamaan, titik perbedaan ilmu
kalam,filsafat dan ilmu tasawuf
- Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu tasawuf
- Latar belakang, doktrin-doktrin pokok khawarij
dan murji’ah
- Perkembangan murji’ah
- Sekte-sekte murji’ah
3. Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini diharapkan bias :
- Menumbuhkan minat seseorang untuk lebih ingin
mengetahui yang berkenaan dengan ilmu kalam,
filsafat, dan ilmu tasawuf. Khawarij dan Murji’ah.
- Memberikan pengetahuan mengenai ilmu kalam,
filsafat dan ilmu tasawuf. Khawarij dan Murji’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, DAN ILMU
TASAWUF
1. Titik Persamaan
Ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian,
yaitu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.(lihat mushaf
Abdul Raziq)
Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan-Nya.
Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam,
manusia, dan segala sesuatu yang ada.
Objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan
terhadap-Nya.
Baik ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan yang sama,
yaitu kebenaran.
Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang
Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya.
Filsafat dengan wataknya sendiri, berusaha menghampiri kebenaran, baik
tentang alam, maupun manusia (yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu
pengetahuan karena berada di luar atau di atas jangkauannya), atau tentang
Tuhan.
Tasawuf dengan metodenya yang tipikal, berusaha menghampiri kebenaran
yang menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalan sipiritual menuju
Tuhan.
Argumentasi filsafat, sebagaimana ilmu kalam dibangun diatas dasar
logika.
2. Titik Perbedaan
Perbedaan di antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek
metodologinya.
Ilmu kalam pada dasarnya menggunakan metode dialetika (jadaliah) dikenal
juga dengan istilah dialog keagamaan.
Sebagai dialog keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan
kebenaran agama yang di pertahankan melalui argumen-argumen rasional.
Filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
rasional. Metode yang digunakannya adalah metode rasional.
Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan
atau mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral
(menyeluruh) serta universal (mengalam), merasa tidak terikat oleh ikatan
apapun, kecuali ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.
Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja
logikamaka di dalam filsafat dikenal apa yang disebut :
1) Kebenaran korespondensi
Dalam pandangannya, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan fakta
dan data itu sendiri. Dengan bahasa yang sederhana kebenaran adalah persesuaian
antara apayang ada di dalam rasio dengan kenyataan sebenarnya di alam nyata.
2) Kebenaran kohorensi
Dalam pandangannya, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu
pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara
umum dan permanen.
3) Kebenaran pragmatif
Dalam pandangannya, kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat (utility)
dan mungkin dapat dikerjakan (workability) dengan dampak yang memuaskan.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio.
Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau
ilham, atau inspirasi yang datang dari Tuhan.
Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran
hudhuri yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam diri subjek
sendiri. Itulah sebabnya dalam sains dikenal istilah objeknya swa-objek, atau
objeknya tidak objektif. Ilmu seperti ini dalam sains dikenal dengan ilmu yang
diketahui bersama atau tacit knowledge, dan bukan ilmu proporsional.
Di dalam pertumbukannya, ilmu kalam (teologi) berkembang menjadi teologi
rasional dan teolodi tradisional.
Filsafat berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri. Sains berkembang
menjadi sains kealaman, sosial, dan humaniora. Sedangkan filsafat berkembang
lagi menjadi filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern.
Tasawuf berkembang menjadi tasawuf praktis dan taswuf teoretis.
Ilmu kalam dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya) diantaranya
berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk rasio sebagai upaya
mengenal Tuhan secara rasional.
Filsafat lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang
mempunyai rasio secara prima atau mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui
pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya langsung.
Tasawuf lebih berperan sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang
yang telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh apa yang
ingin dicarinya.
Merupakan suatu kekeliruan apabila dialetika kefilsafatan atau tasawuf
teoretis diperkenalkan kepada masyarakat awam karena akan berdampak pada
terjadinya rational jumping (lompatan pemikiran).
3. Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu
tasawuf
Persoalan-persoalan kalam biasanya mengarah kepada perbincangan yang
mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah)maupun
naqliyah.
Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang
cenderung menggunakan metode berfikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah
biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Qur’an dan Hadits.
Tanpa argumentasi rasional, ilmu kalam lebih spesifik mengambil bentuk sendiri
dengan istilah ilmu tauhid atau ilmu aqa’id.
Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak tidak
menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan bahwa
Allah bersifat Sama’ (mendengar), Bashar (melihat), dan sebagainya.
Ilmu tasawuf adalah ilmu penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan
manusia.
Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai aqidah
dengan memperhatikan bagaimana persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak
saja termasuk dalam lingkup hal yang sunah atau di anjurkan, tetapi justru
termasuk hal yang diwajibkan.
As-Sunah memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah
tadzawwuq ini tampak pada hadis Rasul yang dikutip dari Said Hawwa :
“Yang merasakan iman adalah orang yang rida pada Alloh sebagai Tuhan. Rida
kepada Islam sebagai agama. Dan rida kepada Muhammad sebagai rasul.
Dalam hadis lain Rasulullah pun pernah merasakan lezatnya iman: Orang
yang mencintai Alloh dan Rasul-Nya lebih dari yang lain: orang yang mencintai
hamba karena Alloh: dan orang yang takut kembali kepada kekufuran. Seperti
ketakutannya untuk dimasukkan kedalam api neraka.”
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan
manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Adapun pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis
untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya menyelamatkan diri dari
kemunafikan. Tidaklah cukup bagi seseorang yang hanya mengetahui
batasan-batasannya. Hal ini karena terkadang seseorang yang sudah tahu batasan
-batasan kemunafikan pun tetap saja melaksanakan-nya.
Firman Allah SWT dalam (QS. Al-hujuraat:14)
Artinya:
“ Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami Telah beriman".
Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk',
Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berpungsi sebagai pemberi
wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan mendalam lewat hati (dzauq
dan widjan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih
terhayati atau teraflikasikan dalam prilaku. Dengan demikian ilmu tasawuf
merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena
itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu
kepercayaan yang baru kepercayaan dengan Al-Quran Dan As-sunnah, hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah
diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh
ulama-ulama salaf hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran
rohaniah dalam perdebata-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu
kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan
rasional disamping muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi oleh kesadaran
rohaniah, ilmu kalam dalam bergerak kearah yang lebih liberal dan bebas.
Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam
tidak dikesani sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran
penghayatan atau sentuhan secara qabliyah (hati)
Untuk melihat lebih lanjut hubungan antara ilmu tasawuf dan ilmu tauhid,
alangkah baiknya menengok paparan Al-Ghazali, dalam bukunya yang berjudul Asma
al-Husna, Al-Ghazali telah menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepada
Allah, terutama ketika menjelaskan nama-nama Alloh, materi pokok ilmu tauhid.
Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu
tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan aplikatif.
B. KHAWARIJ DAN MURJI’AH
- KHAWARIJ
a. Latar belakang kemunculan
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja
yang berarati keluar, muncul, timbul, atau memberontak.
Khawarij secara terminologi ilmu kalam adalah sesuatu sekte/ kelompok/
aliran pengikut Ali Bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena
ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (takhim),
dalam perang siffin pada tahun 37 H / 648 M, dengan kelompok bughat
(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.
b. Khawarij dan doktrin-doktrin pokoknya
Diantara doktrin-doktrin pokok khawarij adalah berikut ini :
1) Khalifah atau imam harus
dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam,
2) Khalifah tidak harus
berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi
khalifah apabila sudah memenuhi syarat,
3) Khalifah dipilih secara
permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam.
Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau melakukan kezaliman,
4) Khalifah sebelum Ali (Abu
Bakar, Umar dan Utsman ) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa
kekhalifahannya, Utsman r.a dianggap telah menyeleweng,
5) Khalifah Ali adalah sah
tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng,
6)
Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy “ ari juga dianggap telah
menyeleweng dan telah menjadi kafir,
7) Pasukan Perang Jamal yang
melawan Ali juga kafir,
8) Seorang yang brdosa besar
tidak lagi disebut muslim sehinggaharus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau)
lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia
tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia
menanggung beban harus dilenyapkan pula,
9) Setiap muslim harus
berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia
wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan
mereka sendiri di anggap berada dalam dar al-Islam (negara Islam)
10) Seorang harus menghindar dari pimpinan yang
menyeleweng
11) Adanya wa’ad dan wa’id(orang yang baik harus masuk
surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk kedalam neraka),
12) Amar ma’ruf nahi munkar,
13) Memalingkanayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat
(samar),
14) Qur’an adalah mahkluk
15) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari
Tuhan.
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij
dapat dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu :
1) Doktrin politik
Dari poin 1 sampai 7 dikategorikan sebagai doktrin politik, sebab
membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya
tentang kepala negara (khalifah)
2) Doktrin teologi
Dari poin 8 sampai 11 dikategorikan sebagai doktrin teologi, pada
dasarnya merupakan yang imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin
politik. Radikalita itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga
radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi sertdan
pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabkan watak dan pola pikirnya
menjadi keras, berani, tidak tergantung pada orang lain, dan bebas. Namun
mereka fanatikdalam menjalankan agama.
3) Doktrin teologis sosial
Dari poin 12 sampai 15, karena doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli
kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip
dengan doktrin mu’tazilah.
c. Perkembangan khawarij
Sebagaimana telah ditemukan, khawarij telah menjadikan imamah-khalifah
(politik) sebagai doktrin central yang memicu doktrin-doktrin telogi lainnya.
Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan
mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij
sendiri, maupun secara pendapat tentang jumlah sekte yang berbentuk akibat
perpecahan yang terjadi dalam tubuh khawarij.
Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18
subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte
ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan khawarij, totoh-tokoh yang
disebutkan diatas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar terdiri dari 8
macam yaitu :
1) Al-muhakkimah,
2) Al-Azriqah,
3) An-Nadjat,
4) Al-Baihasiyah,
5) Al-Ajaridah,
6) As-Saalabiyah,
7) Al-Abadiyah,
8) As-Sufriyah
Semua subsekte itumembicarakan persoalan hukum bagi orang yangberbuat
dosa besar, apakah ia masih dianggap mukminatau telah menjadi kafir.
Ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Nadjiyat dan ibadiah.
Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama.
Semua aliran yang bersifat radikal. Pada perkembangan lebih lanjut,
dikategorikan sebagai aliran khawarij, selama didalamnya terdapat indikasi
doktrin yang identik dengan aliran ini.
Berkenaan dengan persoalan ini Harun Nasution menidentifikasi beberapa
indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran khawarij, yaitu sebagai
berikut :
- Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan
dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam,
- Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami
dan amalkan, sedangkan Islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan
golongan lain tidak benar,
- Orang-orang islam yang tersesat menjadi kafir
perlu di bawa kembali ke islam yang sebena-nya, yaitu islam seperti mereka
fahami dan amalkan.
- Karna pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham
dengan mereka sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri
yakni imam dari arti pemuka agama dan pemuka pemerintah.
- Mereka bersifat fanatikdalam paham dan tidak
segan–segan menggunakan kekerasandan membunuh untunk mencapai tujuan
mereka.
2. AL-MURJI’AH
1. Asal-usul kemunculan murji’ah
1. Asal-usul kemunculan murji’ah
Nama murji’ah di ambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna
penundaan, penagguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti
memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu arja’a berarti pula
meletakan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari
iman. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan
seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya
masing-masing ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan
Murji’ah, yaitu :
- Teori yang mengatakan bahwa gagasan irja atau
arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan
dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga
bertujuan untuk menghindari sektarianisme.
- Teori yang mengatakan bahwa gagasan irja, yang
merupakan basis doktrin Murji’ah.
- Teori yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar
tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah,
apakah Dia akan mengampuninya atau tidak.
2. Doktri-doktrin murji’ah
Berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah .w. Montgomery Watt merincinya
sebagai berikut :
- Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah
hingga Allah memutuskannya di akherat kelak.
- Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat
dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun.
- Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang
muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
- Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran
(madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan helenis.
Masih berkaitan dengan doktri-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution
menyebutkan 4 ajaran pokoknya yaitu :
- Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash,
dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada
Allah di hari kiamat kelak.
- Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang
muslim yang berdosa besar.
- Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
- Memberikan pengharapan kepada orang muslim yang
berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan 2 doktrin pokok ajaran
Murji’ah yaitu :
- Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya
saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi
adanya imam. Berdasarkan hal ini, seorang tetap dianggap mukmin walaupun
meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
- Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama
masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat
ataupun gangguan atas seseorang untuk mendapatkan pengampunan manusia
cukup hanya menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan aqidah
tauhid.
3. Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh
perbedaanpendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) dikalangan para pendukung
Murji’ah sendiri.
Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani seperti dikutip oleh watt,
menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut :
- Murji’ah Khawarij,
- Murji’ah Qadariyah,
- Murji’ah Jabariyah,
- Murji’ah Murni,
- Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanipah)
Sementara itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah yaitu :
- Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Sufwan
- Ash-Shalihiyah pengikut Abu musa Ash- shalahi
- Al-yunushiyah, pengikut yunus As-samry
- As-samariyah, pengikut Abu samr dan yunus
- Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban
- Al-Ghailaniyah, Abu Marwan Al-Ghailan bin
Marwan Ad Dimasqy.
- An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad
An-Najr.
- Al-Hanifyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man.
- Asy-Syabibiyah. Pengikut Muhammad bin Syabib.
- Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thaumi.
- Al-Murisiyah, Basr Al-Murisy.
- Al-Kamiyah, pengikut Muhammad bin Karam
As-Sijistany.
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi 2
sekte, yaitu :
- Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar
tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal didalam neraka.
- Murji’ah ekstrim adalah Al-Jahmiyah,
Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan
tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut :
- Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para
pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian
mengatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena iman,
dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh
manusia.
- Salihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat
bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu
Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah yang disebut ibadah
adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat,
puasa dan haji bukan lah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan
kepatuhan.
- Yunusiyah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan
bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman
seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang
dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini,
Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau
sedikit, tidak merusa iman seseorang sebagai musyrik (polithesist).
- Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang
mengatakan, ‘’Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu
apakah babi di haramkan itu adalah kambing ini,’’ maka orang tersebut
tetap mukmin, bukan kafir, begitu pula orang yang mengatakan tahu tuhan
mengwajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di
India atau tempat lain.’’
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah menguraikan pokok bahasan BAB diatas maka disimpulkan bahwa:
- Titik persamaan ilmu kalam, filsafat, dan ilmu
tasawuf yaitu ketuhanan dan kebenaran.
- Titik perbedaan ilmu kalam, filsafat, dan
ilmu tasawuf yaitu pada aspek metodologinya.
- Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu
tasawuf yaitu dalam argumentasinya.
- Doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij
dikategorikan dalam 3 kategori yaitu : politik, teologi, dan sosial.
- Harun Nasution secara garis besar
mengklasifikasikan Murji’ah menjadi 2 sekte, yaitu golongan moderat dan
golongan ekstrim.
B. SARAN
Agar dalam penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat maka
disarankan untuk lebih teliti dalam membaca dan mengkaji isi dari pokok
pembahasan BAB ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Amin, Falsafah Kalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1995.
Abdullah, Taufik, (Ed.), Sejarah dan Masyarakat, Pustaka Firdaus,
Jakarta,1987.
Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Mizan
Bandung, 1993.
Amal, Taufiq Adnan, dan Syamsu Rizal Panggabean, Tafsir dan Kontekstual
Al-quran : sebuah Kerangka Konseptual, Mizan
Bandung. 1989.
Amin Ahmad, Fajr Al-Islam. Kairo: Maktabah An-Nasdhah Al-Misriyah Li
Ashhabiha Hasan Muhammad wa Auladihi, 1924
No comments:
Post a Comment