Tuesday 10 February 2015

makalah sejarah munculnya AL-AJJARIDAH

MAKALAH
SEJARAH MUNCULYA AL-AJARIDAH
DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA

STAINU









Disusun oleh :
1.                                               Muhammad Mabrur
2.                                               Joni M

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NADHATUL ULAMA
PURWOREJO 2012


                                                           
1.1  Latar Belakang
Dalam teologi islam telah muncul berbagai macam aliran yang memberi kesan bahwa islam telah tumbuh berkembang menjdi sejumlah sekte dan bahkan berusaha mencatat jumlah firqoh 73 firqoh,berdasarkan apa yang telah dikatakan sebagai Hadis nabi yang berbunyi “Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan dan hanya satu yang selamat”.namun sebagian besar golongan itu bukan lah sekte,tapi hanyalah aliran hukum dan teologi saja.sepanjang aliran islam orang akan sia-sia saja untuk mencari sebuah sekte yang sama sekali berbeda berdasrkan perbedaan-perbedaan doktrial, misalnya ekstriminitas doktrial dan teologis yang di tampakkan oleh sufi dan filosofis tertentu.

1.2  Perumusan Masalah
               Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
A.    Bagaimana sejarah berdirinya Al-Ajaridah
B.     Apa saja ajaran Al-Ajaridah
C.     Sekilas perbedaan doktrin-doktrin lain fregmentasi dari khowarij
1.3  Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:
1.      Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu kalam.
2.      Untuk menambah pengetahuan tentang sejarah umat islam khususnya aliran Al-Ajaridah.
3.      Untuk mengetahui doktrial yang di tampakkan oleh aliran Al-Ajaridah.
5.      Untuk mengetahui bukti terfregmentasinya umat islam.
1.7 Munculnya teologi islam
Kelompok khowarij merupakan aliran teologi pertama yang mucul dalam dunia islam, yakni abad 1 M/8 H pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.kemuculannya di latar belakangi oleh pertikaian politik antara Ali bin Abi Tholib dengan Muawiyah Bin Abi Sufyan.dalam perkembangan selanjutnya,khowarij lebih banyak bercorak teologis.
Corak pemikiran aliran khowarij dalam memahami nash Al-Qur’an dan hadis cenderung tekstual dan parsial, sehingga melahirkan pemahaman yang kaku dan sektarian, serta bersikap tendensius, mudah menfonis salah,menghukumi kafir / musrik kepada yang tidak sependapat dengan alirannya.
Pengikut aliran khowarij di dominasi oleh suku badui dan suku lain dari arab selatan yang menolak hegemoni Arab Utara, kondisi inimenyebabkan tidak memiliki daya pijakan yang kuat (oportunis), fanatisme yang berlebihan, wawasan keilmuan yang tidak memadahi dan cenderung statis,sehingga mudah terpecah dan membentuk kelompok sekterian.
Penamaan sekte dalam aliran khowarij ada yang di nisbatkan kepada semboyan yang mereka pakai seperti Al-Muhakkimah,ada yang dinisbatkan kepada pemimpinnya seperti Al-Ajaridah, dan ada yang di nisbatkan kepada tempat tinggal mereka seperti haruriyah.






AL-AJARIDAH
1.8 Sejarah berdirinya aliran Al-Ajaridah
Keberadaan sekte Al-Ajaridah ini tidak lepas kaitannya dengan aliran khowarij, berawal dari latar belakang kehidupannya yaitu pedesaan (badwi), hidup di padang pasir yang tandus  membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikirannya, tetapi keras hati dan berani dan bersikap merdeka, tidak bergantung pada orang lain.Agama tidak membawa pada perubahan dalam sifat-sifat ke badawian mereka.mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan gentar mati.sebagai orang badui mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan, ajaran-ajaran islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis mereka artikan menurut lafaznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya.Oleh karena itu, iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sangat sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik.Iman yang tebal tetapi sempit ,di tambah lagi sifat fanatik membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan terhadap ajaran islam menurut paham mereka.walaupun penyimpangan dalam bentuk kecil.dengan sifat pengikut aliran ini yang keras,dangkal dalam ilmunya,suka berpecah-pecah serta tidak adanya rasa penghormatan kepada pemimpin mereka.
Aliran Al-ajaridah ini muncul sebagai reaksi adanya paham- paham sempalan khowarij lain yang menurut pandangan mereka terlalu ekstrim




1.9 Pemikiran Al-Ajaridah
Kelompok Aliran Al-ajaridah ini muncul sebagai reaksi adanya paham- paham sempalan khowarij lain yang menurut pandangan mereka terlalu ekstrim / tidak sepaham lagi.seperti halnya munculnya AlAzriqah, menurut mereka Al_Muhakkimah sudah tidak pas atau sepaham dengan mereka,maka AL-Muhakkimah di perangi,selanjutnya, para pengikut Al-Azariqah tidak sepaham lagi dengan pemimpin mereka, kemudian mereka memisahkan diri dan membuat kelompok sendiri dengan nama An-Najdat, yang pada akhirnya, menurut pengikutnya Najdat sudah tidak benar lagi dan di perangi.Dan begitu seterusnya corak kehidupan khowarij yang terfregmentasi.
Nama Al-Ajaridah ini di nisbatkan kepada pemimpin mereka yaitu Abdul Karim bin Ajrad. Menurut Al-syahrastani beliau merupakan salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi dari golongan Najdat.Ada pula yang mengatakan bahwa ibnu Ajrad merupakan murid ibnu Baihaqi.aliran Al-Ajaridah merupakan salah satu sempalan khowarij yang penting,di antara sekian banyaknya sekte sempalan Khowarij.
2.0 Ajaran-ajaran Al-Ajaridah
Pandangan-pandangan kaum Al-Ajaridah  jauh lebih moderat bila di bandingkan dengan pandangan kaum Al-Azariqoh, mereka berpendapat bahwa tidak wajib berhijrah ke wilayah mereka seperti yang diajarkan ibnu Ajrad,tetapi hijrah merupakan kebajikan.Dengan demikian kaum Ajaridah boleh tinggal di luar daerah kekuasan mereka dengan tidak di anggap kafir.
Di samping itu, menurut pendapat mereka harta yang boleh dijadikan harta rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati terbunuh,dan hal ini jauh berbeda dengan pendapat kaum Azariqah,bahwa seluruh harta baik yang mati maupun yang masih hidup boleh di jadikan rampasan perang.
Kaum Ajaridah juga menganut paham puritanisme yaitu orang-orang yang menganut paham murni yaitu suatu paham yang diartikan sebagai sikap tertutup, absolutis, dan liberal dalam memakai islam. Namun ciri yang menonjol dari paham ini adalah sikap yang sangat militan dari para pengikutnya, yang mendakwahkan ajaran secara ofensif / menyerang yang terkadang berakhir kekerasan.
Pendapat aliran ini yang agak radikal adalah pengingkaran mereka terhadap surat Yusuf. Dalam hal ini mereka tidak mengakui bahwa surat Yusuf merupakan bagian Al-Qur’an. Disebabkan karena dalam Al-Qur’an, tidak wajar dan tidak mungkin mengandung Love Story. Yaitu yang berisi kisah cinta, itu tidak mungkin merupakan bagian Al-Qur’an.
2.1 Hancurnya Aliran Al-Ajaridah
Sebagaimana aliran khowarij lainnya, runtuhnya aliran Al-Ajaridah juga disebabkan oleh perpecahan yang terjadi didalam tubuh kaum Ajaridah itu sendiri.Ajaridah kemudian terfregmentasi menjadi banyak golongan.masing-masing memiliki doktrinal yang berbeda, doktrinal yang telah menyempal dari daoktrin Ajaridah sebagai induknya
Menurut As Syaikh Histani menyebutkan bahwa Al-Ajaridah terfregmentasi menjadi tujuh yaitu; As Sholthiyah, Al-maimuniyah, Al-Hamziyah, Al-Khalifiyah, As-Syu’aibiyah, dan Al-jazimiyah.
Secara garis besar, aliran-aliran tersebut aliran Maimunah, dan Hamziyah menganut paham Qodariyah.paham Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.menurut paham ini manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.dengan demikian nama Qodariyah berasal dari pengertian Qudrah atau kekuasaan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada Qadha dan Qadar Tuhan.dalam istilah asing faham ini dikenal dengan nama free will dan  free action.
Sedangkan aliran lain seperti As-Syu’aibiyah Jazimiyah menganut faham sebaliknya yaitu faham jabariyah yang menganggap Tuhanlah yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia.manusia tidak dapat menentang kehendak Allah.jadi nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa.memang dalam aliran ini terdapat faham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.Dalam istilah inggris faham ini disebut fatalism dan predestination.Perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Tuhan.
2.2 Sekilas perbedaan ajaran Al-Ajaridah dengan ajaran Aliran lain sempalan Khowarij 
No
Al-Ajaridah
Al-Azariqah
An-Najdat
1
Tidak wajib hijrah ke wilayah Al-Ajaridah
Wajib hijrah ke wilayah Azariqah,jika tidak maka di anggap musyrik
Tidak wajib berhijrah ke wilayah Najdat
2
Mendakwahkan ajarannya secara keras, kadang kadang di sertai kekerasan dan penyerangan
Orang islam yang tidak memihak / kerjasam dengan mereka di anggap murtadh
Orang yang tidak sepaham dengan mereka di anggap kafir dan akan masuk neraka dan kekal di dalamnya
3
Rampasan perang hanyalah harta orang mati
Seluruh harta musuh boleh di jadikan rampasan perang
4
Tidak boleh membunuh anak dan istri orang islam yang tidak sepaham dengan mereka
Di halalkan darah anak istri orang islam yang tidak sepaham dengan mereka
Tidak boleh membunuh anak dan istri orang islam yang tidak sepaham dengan mereka

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah menguraikan pokok bahasan BAB diatas maka disimpulkan bahwa:
  1. Titik persamaan ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf yaitu ketuhanan dan kebenaran.
  2. Titik  perbedaan ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf yaitu pada aspek metodologinya.
  3. Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu tasawuf  yaitu dalam argumentasinya.
  4. Doktrin yang dikembangkan Aliran Al-Ajaridah dikategorikan dalam 3 kategori yaitu : politik, teologi, dan sosial.
B. SARAN
Agar dalam penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat maka disarankan untuk lebih teliti dalam membaca dan mengkaji isi dari pokok pembahasan BAB ini.








DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Amin, Falsafah Kalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1995.
Abdullah, Taufik, (Ed.), Sejarah dan Masyarakat, Pustaka Firdaus,
Jakarta,1987.
Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Mizan
Bandung, 1993.
Amal, Taufiq Adnan, dan Syamsu Rizal Panggabean, Tafsir dan Kontekstual Al-quran : sebuah Kerangka Konseptual, Mizan
Bandung. 1989.
Amin Ahmad, Fajr Al-Islam. Kairo: Maktabah An-Nasdhah Al-Misriyah Li Ashhabiha Hasan Muhammad wa Auladihi, 1924















BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dilakukannya pembahasan pada bab ini yaitu adanya titik persamaan, titik perbedaan, dan titik singgung antara ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf. Serta seluk beluk mengenai Khawarij dan Murji’ah.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam bab ini yaitu sebagai berikut:
  1. Titik persamaan, titik perbedaan ilmu kalam,filsafat dan ilmu tasawuf
  2. Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu tasawuf
  3. Latar belakang, doktrin-doktrin pokok khawarij dan murji’ah
  4. Perkembangan murji’ah
  5. Sekte-sekte murji’ah
3. Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini diharapkan bias :
  1.  
    1. Menumbuhkan minat seseorang untuk lebih ingin mengetahui yang berkenaan     dengan ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf. Khawarij dan Murji’ah.
    2. Memberikan pengetahuan mengenai ilmu kalam, filsafat dan ilmu tasawuf. Khawarij dan Murji’ah.










BAB II
PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT, DAN ILMU TASAWUF
1. Titik Persamaan
Ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian, yaitu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.(lihat mushaf Abdul Raziq)
Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya.
Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada.
Objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
Baik ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan yang sama, yaitu kebenaran.
Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya.
Filsafat dengan wataknya sendiri, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam, maupun manusia (yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar atau di atas jangkauannya), atau tentang Tuhan.
Tasawuf dengan metodenya yang tipikal, berusaha menghampiri kebenaran yang menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalan sipiritual menuju Tuhan.
Argumentasi filsafat, sebagaimana ilmu kalam dibangun diatas dasar logika.
2. Titik Perbedaan
Perbedaan di antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya.
Ilmu kalam pada dasarnya menggunakan metode dialetika (jadaliah) dikenal juga dengan istilah dialog keagamaan.
Sebagai dialog keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang di pertahankan melalui argumen-argumen rasional.
Filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya adalah metode rasional.
Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam), merasa tidak terikat oleh ikatan apapun, kecuali ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.
Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang dihasilkan oleh kerja logikamaka di dalam filsafat dikenal apa yang disebut :
1) Kebenaran korespondensi
Dalam pandangannya, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan fakta dan data itu sendiri. Dengan bahasa yang sederhana kebenaran adalah persesuaian antara apayang ada di dalam rasio dengan kenyataan sebenarnya di alam nyata.
2) Kebenaran kohorensi
Dalam pandangannya, kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara umum dan permanen.
3) Kebenaran pragmatif
Dalam pandangannya, kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat (utility) dan mungkin dapat dikerjakan (workability) dengan dampak yang memuaskan.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio.
Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang datang dari Tuhan.
Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran hudhuri yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari dalam diri subjek sendiri. Itulah sebabnya dalam sains dikenal istilah objeknya swa-objek, atau objeknya tidak objektif. Ilmu seperti ini dalam sains dikenal dengan ilmu yang diketahui bersama atau tacit knowledge, dan bukan ilmu proporsional.
Di dalam pertumbukannya, ilmu kalam (teologi) berkembang menjadi teologi rasional dan teolodi tradisional.
Filsafat berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri. Sains berkembang menjadi sains kealaman, sosial, dan humaniora. Sedangkan filsafat berkembang lagi menjadi filsafat klasik, pertengahan, dan filsafat modern.
Tasawuf berkembang menjadi tasawuf praktis dan taswuf  teoretis.
Ilmu kalam dilihat dari aspek aksiologi (manfaatnya) diantaranya berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional.
Filsafat lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang yang mempunyai rasio secara prima atau mengenal Tuhan secara lebih bebas melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya langsung.
Tasawuf lebih berperan sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya secara bebas karena tidak memperoleh apa yang ingin dicarinya.
Merupakan suatu kekeliruan apabila dialetika kefilsafatan atau tasawuf teoretis diperkenalkan kepada masyarakat awam karena akan berdampak pada terjadinya rational jumping (lompatan pemikiran).

3. Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu tasawuf
Persoalan-persoalan kalam biasanya mengarah kepada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah)maupun naqliyah.
Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Qur’an dan Hadits. Tanpa argumentasi rasional, ilmu kalam lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu tauhid atau ilmu aqa’id.
Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’ (mendengar), Bashar (melihat), dan sebagainya.
Ilmu tasawuf adalah ilmu penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia.
Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai aqidah dengan memperhatikan bagaimana persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang sunah atau di anjurkan, tetapi justru termasuk hal yang diwajibkan.
As-Sunah memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah tadzawwuq ini tampak pada hadis Rasul yang dikutip dari Said Hawwa :
“Yang merasakan iman adalah orang yang rida pada Alloh sebagai Tuhan. Rida kepada Islam sebagai agama. Dan rida kepada Muhammad sebagai rasul.
Dalam hadis lain Rasulullah pun pernah merasakan lezatnya iman: Orang yang mencintai Alloh dan Rasul-Nya lebih dari yang lain: orang yang mencintai hamba karena Alloh: dan orang yang takut kembali kepada kekufuran. Seperti ketakutannya untuk dimasukkan kedalam api neraka.”
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Adapun pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya menyelamatkan diri dari kemunafikan. Tidaklah cukup bagi seseorang yang hanya mengetahui batasan-batasannya. Hal ini karena terkadang seseorang yang sudah tahu batasan -batasan kemunafikan pun tetap saja melaksanakan-nya.


Firman Allah SWT dalam (QS. Al-hujuraat:14)

Artinya:
“ Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami Telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berpungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan mendalam lewat hati (dzauq dan widjan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraflikasikan dalam prilaku. Dengan demikian ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan yang baru kepercayaan dengan Al-Quran Dan As-sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebata-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi oleh kesadaran rohaniah, ilmu kalam dalam bergerak kearah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliyah (hati)
Untuk melihat lebih lanjut hubungan antara ilmu tasawuf dan ilmu tauhid, alangkah baiknya menengok paparan Al-Ghazali, dalam bukunya yang berjudul Asma al-Husna, Al-Ghazali telah menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepada Allah, terutama ketika menjelaskan nama-nama Alloh, materi pokok ilmu tauhid.
Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan aplikatif.
B. KHAWARIJ DAN MURJI’AH
  1. KHAWARIJ
    a. Latar belakang kemunculan
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarati keluar, muncul, timbul, atau memberontak.
Khawarij secara terminologi ilmu kalam adalah sesuatu sekte/ kelompok/ aliran pengikut Ali Bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (takhim), dalam perang siffin pada tahun 37 H / 648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khalifah.

b. Khawarij dan doktrin-doktrin pokoknya
Diantara doktrin-doktrin pokok khawarij adalah berikut ini :
1)        Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam,
2)        Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat,
3)        Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau melakukan kezaliman,
4)        Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Utsman ) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a dianggap telah menyeleweng,
5)        Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng,
6)                  Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy “ ari juga dianggap telah menyeleweng dan telah menjadi kafir,
7)        Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga kafir,
8)        Seorang yang brdosa besar tidak lagi disebut muslim sehinggaharus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
9)        Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri di anggap berada dalam dar al-Islam (negara Islam)
10)    Seorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
11)    Adanya wa’ad dan wa’id(orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk kedalam neraka),
12)    Amar ma’ruf nahi munkar,
13)    Memalingkanayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat (samar),
14)    Qur’an adalah mahkluk
15)    Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam 3 kategori, yaitu :
1) Doktrin politik
Dari poin 1 sampai 7 dikategorikan sebagai doktrin politik, sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala negara (khalifah)
2) Doktrin teologi
Dari poin 8 sampai 11 dikategorikan sebagai doktrin teologi, pada dasarnya merupakan yang imbas langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Radikalita itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi sertdan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabkan watak dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak tergantung pada orang lain, dan bebas. Namun mereka fanatikdalam menjalankan agama.
3)        Doktrin teologis sosial
Dari poin 12 sampai 15, karena doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mu’tazilah.

c. Perkembangan khawarij
Sebagaimana telah ditemukan, khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin central yang memicu doktrin-doktrin telogi lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara pendapat tentang jumlah sekte yang berbentuk akibat perpecahan yang terjadi dalam tubuh khawarij.
Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan khawarij, totoh-tokoh yang disebutkan diatas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar terdiri dari 8 macam yaitu :
1)        Al-muhakkimah,
2)        Al-Azriqah,
3)        An-Nadjat,
4)        Al-Baihasiyah,
5)        Al-Ajaridah,
6)        As-Saalabiyah,
7)        Al-Abadiyah,
8)        As-Sufriyah

Semua subsekte itumembicarakan persoalan hukum bagi orang yangberbuat dosa besar, apakah ia masih dianggap mukminatau telah menjadi kafir.
Ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Nadjiyat dan ibadiah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama.
Semua aliran yang bersifat radikal. Pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran khawarij, selama didalamnya terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini.
Berkenaan dengan persoalan ini Harun Nasution menidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran khawarij, yaitu sebagai berikut :
  1. Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam,
  2. Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan Islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain tidak benar,
  3. Orang-orang islam yang tersesat menjadi kafir perlu di bawa kembali ke islam yang sebena-nya, yaitu islam seperti mereka fahami dan amalkan.
  4. Karna pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri yakni imam dari arti pemuka agama dan pemuka pemerintah.
  5. Mereka bersifat fanatikdalam paham dan tidak segan–segan menggunakan kekerasandan membunuh untunk mencapai tujuan mereka.

2. AL-MURJI’AH
1. Asal-usul kemunculan murji’ah
Nama murji’ah di ambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan, penagguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu arja’a berarti pula meletakan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah, yaitu :
  • Teori yang mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme.
  • Teori yang mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin Murji’ah.
  • Teori yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah Dia akan mengampuninya atau tidak.
2. Doktri-doktrin murji’ah
Berkaitan dengan doktrin teologi murji’ah .w. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
  1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di akherat kelak.
  2. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun.
  3. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
  4. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan helenis.

Masih berkaitan dengan doktri-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan 4 ajaran pokoknya yaitu :
  1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
  2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
  3. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
  4. Memberikan pengharapan kepada orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Maududi menyebutkan 2 doktrin pokok ajaran Murji’ah yaitu :
  1. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya imam. Berdasarkan hal ini, seorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
  2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang untuk mendapatkan pengampunan manusia cukup hanya menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan aqidah tauhid.



3. Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaanpendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) dikalangan para pendukung Murji’ah sendiri.
Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani seperti dikutip oleh watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut :
  1. Murji’ah Khawarij,
  2. Murji’ah Qadariyah,
  3. Murji’ah Jabariyah,
  4. Murji’ah Murni,
  5. Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanipah)
Sementara itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah yaitu :
  1. Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Sufwan
  2. Ash-Shalihiyah pengikut Abu musa Ash- shalahi
  3. Al-yunushiyah, pengikut yunus As-samry
  4. As-samariyah, pengikut Abu samr dan yunus
  5. Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Syauban
  6. Al-Ghailaniyah,  Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad Dimasqy.
  7. An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr.
  8. Al-Hanifyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man.
  9. Asy-Syabibiyah. Pengikut Muhammad bin Syabib.
  10. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thaumi.
  11. Al-Murisiyah, Basr Al-Murisy.
  12. Al-Kamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.

Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi 2 sekte, yaitu :
  1. Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal didalam neraka.
  2. Murji’ah ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut :
  3. Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan kemudian mengatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadi kafir, karena iman, dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
  4. Salihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan, sedangkan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukan lah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
  5. Yunusiyah dan Ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusa iman seseorang sebagai musyrik (polithesist).
  6. Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan, ‘’Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi di haramkan itu adalah kambing ini,’’ maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir, begitu pula orang yang mengatakan tahu tuhan mengwajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau tempat lain.’’

















BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah menguraikan pokok bahasan BAB diatas maka disimpulkan bahwa:
  1. Titik persamaan ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf yaitu ketuhanan dan kebenaran.
  2. Titik  perbedaan ilmu kalam, filsafat, dan ilmu tasawuf yaitu pada aspek metodologinya.
  3. Titik singgung antara ilmu kalam dan ilmu tasawuf  yaitu dalam argumentasinya.
  4. Doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dikategorikan dalam 3 kategori yaitu : politik, teologi, dan sosial.
  5. Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi 2 sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.
B. SARAN
Agar dalam penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat maka disarankan untuk lebih teliti dalam membaca dan mengkaji isi dari pokok pembahasan BAB ini.












DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Amin, Falsafah Kalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1995.
Abdullah, Taufik, (Ed.), Sejarah dan Masyarakat, Pustaka Firdaus,
Jakarta,1987.
Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Mizan
Bandung, 1993.
Amal, Taufiq Adnan, dan Syamsu Rizal Panggabean, Tafsir dan Kontekstual Al-quran : sebuah Kerangka Konseptual, Mizan
Bandung. 1989.
Amin Ahmad, Fajr Al-Islam. Kairo: Maktabah An-Nasdhah Al-Misriyah Li Ashhabiha Hasan Muhammad wa Auladihi, 1924




No comments:

Post a Comment