BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
dunia keilmuan islam, pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan
manusia, karena dengan pendidikanlah manusia akan bisa eksis dan berjaya di
muka bumi ini. Melalui tindakan-tindakan guru, nasib pendidikan kita bergantung
kepadanya. Sementara itu, diketahui bahwa dewasa ini tugas guru semakin berat.
Hal ini
terjadi antara lain karena kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi
serta perubahan cara pendang dan pola hidup masyarakat yang menghendaki
strategi pendekatan dalam proses belajar mengajar yang berbeda-beda, disamping
materi pengajaran itu sendiri. Dengan
keadaan perkembangan masyarakat yang sedemikian itu, maka mendidik merupakan
tugas berat dan memerlukan seseorang yang cukup memiliki kemampuan yang sesuai dengan jabatan tersebut.
Mendidik adalah pekerjaan profesional yang tidak dapat diserahkan kepada
sembarang orang, karena hal ini akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan
terhadap pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dalam kehidupannya, begitu
juga terhadap lembaga pendidikan di mana ia mengabdikan dirinya untuk profesi
yang diembannya. Untuk
mewujudkan profesionalisme dalam pribadi seseorang guru tidaklah mudah, karena
hal tersebut memerlukan proses yang cukup panjang dan biaya yang cukup banyak.
Disamping itu, diperlukan pula penyadaran akan tugas dan tanggung jawabnya
sebagai cita-cita dari masyarakat terhadap hasil pembelajarannya yang dilakukan
bersama muridnya dapat tercapai, sehingga tercipta kualitas dan mutu out put
yang bisa dipertanggung jawabkan secara
intelektual, memiliki keterampilan yang tinggi dan memiliki akhlaqul karimah
yang mapan.[1]
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pengertian profesionalisme menurut para ahli?
2.
Bagaimanakah
pandangan islam tentang profesionalisme?
3.
Bagaimana
profesionalisme dalam pendidikan madrasah di era saat ini?
4.
Bagaimanakah
cara menerapkan profesionalisme dalam madrasah?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Pada makalah ini kami akan membahas profesionalisme dalam pengelolaan madrasah
sehingga dapat mendorong madrasah –
madrasah agar bisa
lebih professional dalam melakukan proses manajemen sekolah yang
mengarah pada peningkatan mutu madrasah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme
berasal dari kata profesi yang artinya riwayat, pekerjaan, pekerjaan
tetap, pencaharian, pekerjaan yang merupakan sumber penghidupan. Menurut bahasa
profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(ketrampilan, kejujuran, dsb.) sedang menurut istilah bahwa profesi adalah
merupakan seorang yang menampilkan suatu tugas yang mempunyai tingkat kesulitan
dan mempersyaratkan waktu persiapan dan pendidikan cukup lama untuk
menghasilkan pencapaian pendidikan kemampuan ketrampilan dan pengetahuan
berkadar tinggi.
Profesionalisme
menurut Ahmad Tafsir (2004) adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap
pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional
ialah orang yang memiliki profesi.[2]
Istilah
profesionalisme berasal dari profesion. Profession mengandung
arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan
keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Dengan kata
lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian yang khusus untuk
menangani lapangan kerja tertentu yang membutuhkannya. Profesionalisme berarti
suatu pandangan bahwa suatu keahliaan tertentu diperlukan dalam pekerjaan
tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau
latihan khusus.[3] Selanjutnya istilah profesionalisme memang
juga merupakan bentuk kata kerja dari kata benda profesi (profesion),
hanya saja berikut maknanya selama ini jarang dikemukakan, terutama pada saat
di Indonesia masih banyak orang yang berpendapat bahwa ilmu itu bebas nilai
(seperti keyakinan yang pernah dianut orang barat). Oleh karena itu, profesi
adalah jabatan atau pekerjaan yang diakibatkan oleh penguasaan suatu ilmu bebas
nilai yang mengandung makna seolah-olah seorang profesional tidak bertanggung
jawab atas penggunaan hasil kerjanya karena hal itu menjadi tanggung jawab dan
resiko pemesannya. Hal itu juga ternyata merupakan pendapat usang, bahkan tidak
berlaku lagi.[4]
Sedangkan
profesionalisme adalah proses usaha menuju ke arah terpenuhinya persyaratan
suatu jenis model pekerjaan ideal berkemampuan, mendapat perlindungan, memiliki
kode etik profesionalisasi, serta upaya perubahan struktur jabatan sehingga
dapat direfleksikan model profesional sebagai jabatan elit. Sedangkan profesi
itu sendiri pada hakekatnya adalah sikap bijaksana (informed responsiveness)
yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, kemauan, teknik
dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribadian tertentu.[5]
B. Pandangan Islam tentang Profesionalisme
Pekerjaan
(profesi adalah pekerjaan) menurut islam harus dilakukan karena Allah. “Karena
Allah” maksudnya adalah karena diperintahkan Allah. Jadi, profesi dalam islam
harus dijalani karena merasa bahwa itu adalah perintah Allah. Dalam
kenyataannya pekerjaan itu dilakukan untuk orang lain, tetapi niat yang
mendasarinya adalah perintah Allah. Dari sini kita mengetahui bahwa pekerjaaan
profesi di dalam islam dilakukan untuk atau sebagai pengabdian kepada dua
objek, yaitu: pengabdian kepada Allah dan sebagai pengabdian atau dedikasi
kepada manusia atau kepada yang lain sebagai objek pekerjaaan itu. Jelas pula
bahwa kriteria “pengabdian” dalam islam lebih kuat dan lebih mendalam
dibandingkan dengan pengabdian dalam kriteria yang diajarkan diatas tadi.
Pengabdian dalam islam, selain demi kemanusiaan, juga dikerjakan demi Tuhan,
jadi unsur transenden ini dapat menjadikan pengalaman profesi dalam islam lebih
tinggi nilai pengabdiannya dibandingkan dengan pengalaman profesi yang tidak
didasari oleh keyakian iman kepada Tuhan. Dalam islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti
harus dilakukan secara benar. Itu hanya mungkin dilakukan oleh orang yang ahli.
Rasulullah SAW, mengatakan bahwa: “ bila suatu urusan dikerjakan oleh orang
yang tidak ahli, maka tunggulah kehancuran”. “Kehancuran” dalam hadits ini
dapat diartikan secara terbatas dan dapat diartikan secara luas. Bila seorang
guru mengajar tidak dengan keahlian, maka yang “hancur” adalah muridnya. Ini
dalam pengertian yang terbatas. Murid-murid itu kelak mempunyai murid lagi dan
murid-murid itu kelak berkarya, kedua-duanya dilakukan dengan tidak benar
(karena telah dididik tidak benar), maka akan timbullah “kehancuran”.
Kehancuran apa? Ya, kehancuran orang-orang yaitu murid-murid itu, dan
kehancuran sistem ini kebenaran karena mereka mengajarkan pengetahuan yang
dapat saja tidak benar. Ini kehancuran dalam arti luas. Maka benarlah apa yang
diajarkan Nabi: Setiap pekerjaan (urusan) harus dilakukan oleh orang yang ahli.
“Karena Allah” saja tidaklah cukup untuk melakukan suatu pekerjaan. Yang
mencukupi ialah “karena Allah” dan “keahlian”.[6]
C. Profesionalisme
dalam Pengelolaan Madrasah
Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional.
Dalam arti harus dilakukan dengan benar. Itu hanya bisa dilakukan oleh orang
ahli. Penerapan paham profesionalisme ini akan menghasilkan efek yang positif.
Ø Pertama, dengan meningkatkan
profesionalisme akan mendapatkan pendidikan yang lebih bermutu. Penigkatan itu
akan dinikmati oleh masyarakat dan pada gilirannya mutu masyarakat muslim juga
akan meningkat.
Ø Kedua, karena mutu yang baik maka
peminat memasuki lembaga pendidikan itu juga akan meningkat. Mahasiswa atau
murid akan meningkat jumlahnya.
Ø Ketiga, dari mahasiswa atau murid yang
banyak itu akan masuk uang yang lebih banyak. Dari uang yang banyak itu dapat menggunakannya sebagian untuk lebih
meningkatkan mutu. [7]
Penerapan
profesionalisme akan menimbulkan suatu sinergi kearah lebih baik. Sinergi ini
perlu dipahami karena selama ini seringkali pengelola sekolah bingung dari mana
harus dimulai untuk meningkatkan mutu pendidikan.
D. Idealisasi Pengelolaan
di Madrasah
Perbedaan sekolah dan madrasah dapat dilihat dari tiga
pendekatan, pertama,secara simbolik, kedua, secara
substansial dan yang ketiga, secara institusional.Dengan
pendekatan simbolik maka kita akan membedakan antara sekolah dengan madrasah
dengan symbol-simbol. Misalnya mata pelajaran PAI di madrasah dibagi ke dalam
sub-sub mata pelajaran seperti fiqh, Al Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh,
Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab sedangkan untuk sekolah umum/non
madrasah PAI digabung menjadi satu dan porsinya hanya 2 jam/minggu. Di madrasah
para siswanya memakai jilbab dan siswa puteranya memakai celana
panjang,sedangkan pada sekolah non madrasah para siswa puterinya tidak harus
berjilbab, dan sebagainya.
Secara substansial,
perbedaan madrasah dan sekolah umum adalah bahwa madrasah merupakan sekolah
umum berciri khas agama Islam. Ciri khas ini berbentuk : 1) mata pelajaran-mata
pelajaran keagamaan yang dijabarkan dari pendidikan agama Islam, yaitu Al
Qur’an-Al Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa
Arab, 2) suasana keagamaan, yang berupa suasana kehidupan madrasah yang agamis,
adanya sarana ibadah, penggunaan metode pendekatan yang agamis dalam penyajian
bahan pelajaran bagi setiap mata pelajaran yang memungkinkan, dan kualifikasi
guru yang harus beragama Islam dan berakhlak mulia, disamping memenuhi
kualifikasi sebagai tenaga pengajar berdasar ketentuan yang berlaku.
Dalam kaitannya dengan
ini, pemerintah telah memberikan beberapa standar pengelolaan secara umum
tentang pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan khususnya madrasah
dengan mengacu pada PP nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Dibawah ini penulis rumuskan standar pengelolaan pendidikan di madrasah dengan
mengacu pada PP nomor 19 tahun 2005:
a.
Setiap satuan pendidikan
dipimpin oleh seorang kepala satuan pendidikan yang menjadi penanggungjawab
terhadap pengelolaan pendidikan pada satuan pendidikan yang dipimpinnya. Kepala
satuan pendidikan ini dibantu minimal satu orang wakil kepala satuan pendidikan
untuk satuan pendidikan SMP/MTs/SMP LB sederajat dan minimal tiga orang wakil
kepala satuan pendidikan untuk satuan pendidikan SMA/MA/SMA LB, SMK/MAK. Ketiga
wakil kepala satuan pendidikan ini membidangi akademik, sarana prasarana, dan
kesiswaan. Dari kebijakan tersebut maka pengelolaan pendidikan di madrasah
dibawah tanggungjawab Kepala Madrasah yang dibantu oleh minimal seorang wakil
kepala madrasah untuk jenjang pendidikan MTs dan minimal tiga wakil kepala
madrasah yang meliputi wakil kepala madrasah bidang akademik, wakil kepala madrasah
bidang sarana prasarana dan wakil kepala madrasah bidang kesiswaan untuk
jenjang pendidikan Madrasah Aliyah. (pasal 50)
b.
Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah
dalam bidang akademik diputuskan melalui rapat dewan pendidik yang dipimpin
oleh kepala satuan pendidikan.Sedangkan pengambilan keputusan dalam bidang
nonakademik dilakukan oleh komite sekolah dengan dihadiri kepala satuan
pendidikan. (pasal 51)
c.
Satuan pendidikan khususnya madrasah harus memiliki pedoman yang
mengatur tentang :
Ø Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dan Silabus
Ø Kalender
Pendidikan/Akademik yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan
pendidikan selama satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan dan
mingguan.
Ø Struktur organisasi
satuan pendidikan
Ø Pembagian tugas
diantara pendidik
Ø Pembagian tugas
diantara tenaga kependidikan
Ø Peraturan akademik
Ø Tata tertib satuan
pendidik yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan
peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharan sarana dan prasarana
d.
Pengelolaan pendidikan di madrasah didasarkan pada rencana kerja
tahunan yang merupakan penjabaran secara rinci rencana kerja jangka menengah
madrasah yang meliputi masa 4 tahun.(Pasal 53)
e.
Madrasah harus menyusun rencana kerja yang disetujui oleh dewan
guru dengan memperhatikan pertimbangan komite madrasah. Rencana kerja tahunan
madrasah meliputi:
v Kalender
pendidikan/akademik yang meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan
ekstrakurikuler dan hari libur
v Jadwal
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk tahun berikutnya
v Mata
pelajaran yang ditawarkan di semester genap dan semester ganjil
v Penugasan
pendidik pada mata pelajaran dan kegiatan lainnya
v Buku
teks pelajaran yang dipakai pada masing-masing mata pelajaran
v Jadwal penggunaan dan
pemeliharaan sarana prasarana pembelajaran
v Pengadaan,
penggunaan, dan persediaan minimal bahan habis pakai
v Program
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan yang meliputi
sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggaraan program
v Jadwal
rapat dewan pendidik, rapat komite, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan
orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan dengan
sekolah/madrasah
v Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Madrasah untuk masa kerja satu tahun
v Jadwal
penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja madrasah untuk satu tahun
terakhir. (pasal 53)
E.
Problematika Pengelolaan
Pendidikan Madrasah
Beberapa problematika
yang terjadi di Praktek manajemen di madrasah sering
menunjukkan model manajemen tradisional, yakni model manajemen paternalistik
atau feodalistik. Dominasi senioritas semacam ini terkadang mengganggu
perkembangan dan peningkatan kualitas pendidikan. Munculnya kreativitas
inovatif dari kalangan muda terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak
menghargai senior.
1.
Tidak optimalnya peran
serta pengelola madrasah dalam menjalankan prinsip-prinsip manajemen dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar, pengambilan keputusan, pelaksanaan
kurikulum dan aktivitas kurikuler lainnya.
2.
Pola kepemimpinan sebagai bagian dari manjemen pengelolaan
madrasah masih bersifat sentralistik, dimana kebanyakan kepala madrasah masih
dominan dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan.
F. Cara Menerapkan Profesionalisme dalam Madrasah
Tidak
ada orang yang menghendaki sekolah-sekolah mutunya rendah. Untuk menerapkan
profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan agaknya dapat diikuti
sekurang-kurangnya dipertimbangkan pikiran berikut ini:
Ø Pertama, adanya profesionalisme pada
tingkatan yayasan. Biasanya sekolah berada di bawah pengelolaan dan tanggung
jawab yayasan. Yayasan tidak hanya mengurus sekolah, kadang-kadang yayasan juga
membuat kegiatan lain, yaitu sebuah yayasan mengurus rumah sakit, rumah
anak-anak yatim, koperasi sekolah, dan lain-lain. Dalam hal ini, pengurus
yayasan cukup memenuhi syarat satu saja yaitu rasa pengabdian yang besar kepada
masyarakat. Oleh karena itu, ia senang berbuat untuk masyarakat. Dalam hal
seperti ini maka yayasan harus menugaskan seseorang yang profesional untuk setiap bidang
garapan. Untuk mengelola sekolah harus ada paling sedikit satu orang yang
memiliki profesi pendidikan (tegasnya sekolah) yang duduk pada tingkat yayasan.
Orang ini sebaiknya tidak merangkap jabatan sebagai salah seorang seorang
pengurus yayasan dan kepala sekolah, cukup mengurusi sekolah saja. Mengapa
demikian? Karena ia harus memikirkan perkembangan sekolah, dari suatu sekolah
menjadi banyak sekolah. Jadi, pikirannya tidak boleh hanya tertuju pada satu
sekolah. Hubungan kerjanya lebih banyak dengan pengurus lengkap yayasan dan
dengan masyarakat, sekolah hanya salah satu titik saja dalam pemikirannya dan
pemikirannya akan lebih luas, tidak terlibat dalam persoalan-persoalan rutin yang
biasanya selalu ada setiap sekolah.
Ø Kedua, menerapkan profesionalisme pada
tingkat pimpinan sekolah. Dalam hal ini yang benar-benar harus diperhatikan
oleh pengurus yayasan ialah memilih yayasan kepala sekolah yang benar-benar
profesional, dengan keahliannya itu ia dapat meningkatkan mutu tenaga guru.
Akan tetapi, bila katakanlah guru-guru profesional, tetapi kepala sekolah tidak
profesional, yang akan terjadi adalah bentrokan kebijakan.
Ø Ketiga, penerapan profesionalisme pada
tingkat tenaga pengajar. Ini harus dimulai dalam penerimaan tenaga guru.
Kadang-kadang ada yayasan dan kepala sekolah yang berpendapat bahwa “untuk sementara terima saja, bila sekolah ini
sudah stabil, kita ganti guru yang tidak profesionalisme itu!” Kebijakan ini yang sangat keliru. Kenyataannya ialah
memecat guru tidaklah semudah itu.
Ø Keempat, profesionalisasi tenaga tata usaha
sekolah. Kebutuhan pegawai tata usaha untuk suatu sekolah sesungguhnya tidak
banyak. Banyaknya pegawai tata usaha tidak menjamin beresnya tata usaha sekolah
yang menjamin adalah tingkat profesionalisme yang tinggi. Apalagi pada zaman
sekarang ini tatkala peralatan bantu seperti komputer sudah semakin canggih.
Perencanaan ketatausahaan sekolah seluruhnya adalah tugas kepala sekolah,
mencakup jumlahnya dan bidang tugasnya. Tidak dibuat teori baku tentang jumlah
dan tugas tata usaha sekolah. Ini disebabkan oleh kondisi dan program sekolah
tidak sama. Yang dapat diteorikan ialah bahwa tata usaha sekolah harus mampu
memberikan pelayanan selengkap-lengkapnya terhadap kepala sekolah, guru, murid,
orang tua murid. Maka, tugas tata usaha sekolah adalah melakukan semua tugas
yang diperintahkan oleh kepala sekolah, yang mana kepala sekolah harus orang
yang profesional.
Hambatan
utama untuk menerapkan profesionalisme dalam pengelolaan sekolah ialah
kekurangan biaya, demikian pendapat umum di kalangan pengelola sekolah . Oleh
karena itu, sekolah banyak yang rendah mutunya. Pendapat ini umum dianut dan
kelihatannya banyak sekali orang yang percaya pada pendapat seperti itu.[8]
BAB III
KESIMPULAN
Profesionalisme menurut Ahmad Tafsir (2004)
adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang
yang profesional. Pekerjaan
(profesi adalah pekerjaan) menurut islam harus dilakukan karena Allah. “Karena Allah”
maksudnya adalah karena diperintahkan Allah. Jadi, profesi dalam islam harus
dijalani karena merasa bahwa itu adalah perintah Allah. Dalam Islam, setiap pekarjaan harus dilakukan
secara profesional. Dalam arti harus dilakukan dengan benar. Itu hanya bisa
dilakukan oleh orang ahli. Penerapan paham profesionalisme ini akan
menghasilkan efek yang berganda, yaitu:
1.
Dengan
meningkatkan profesionalisme akan mendapatkan pendidikan yang lebih bermutu
2.
Dari
mahasiswa atau murid yang banyak itu akan masuk uang yang lebih banyak
3.
Karena
mutu yang baik maka peminat memasuki lembaga pendidikan itu juga akan meningkat[9]
Untuk menerapkan profesionalisme dalam
pengelolaan pendidikan agaknya diikuti
sekurang-kurangnya dipertimbangkan pikiran berikut ini:
1.
Adanya
profesionalisme pada tingkatan yayasan
2.
Menerapkan
profesionalisme pada tingkat pimpinan sekolah
3.
Penerapan
profesionalisme pada tingkat tenaga pengajar
4.
Profesionalisasi
tenaga tata usaha sekolah[10]
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suryosubroto,
Manajemen Pendidikan di sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2010
2.
Arifin,
Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 1992
3.
Adenisa,
“Makalah kapita selekta pendidikan islam” dalam http://adenisa1506.wordpress.com/2013/05/16/makalah-kapita-selekta-pendidikan-islam-2/diakses pada hari jum’at, 4 Oktober 2014
4.
Iim,”
Profesionalisme dalam lembaga” dalam http://iim-blog.blogspot.com/2012/01/profesionalisme-dalam-lembaga.html diakses pada hari Jum’at, 4 Oktober 2014
5.
Suroyo
Agus, “Pengelolaan pendidikan di marasah”
dalam http://suroyoagus.blogspot.com/2011/12/pengelolaan-pendidikan-di-madrasah.html, diakses pada hari sabtu, tanggal 5 Oktober 214
PERTANYAAN
1. Pak Eko Saputro
Apa saja hal-hal yang
dapat mempengaruhi profesionalaisme?
2. Bu Siti Mirwanah
Bagaimana hubungan
profesionalisme dengan guru sertifikasi sekarang? Mengapa lebih banyak anak
yang suka les diluar sekolah?
3. Bu Umi Qoni’ah
Bagaimana cara
mempertahankan profesionalisme madrasah?
4. Bu Marliyah
Bagaimana penerapan
profesionalisme masyarakat islam sekarang (halaman 5)?
[1] Adenisa, “Makalah kapita selekta pendidikan islam”
dalam http://adenisa1506.wordpress.com/2013/05/16/makalah-kapita-selekta-pendidikan-islam-2/diakses pada hari jum’at, 4 Oktober 2014
[2] Suroyo Agus, “Pengelolaan pendidikan di marasah” dalam http://suroyoagus.blogspot.com/2011/12/pengelolaan-pendidikan-di-madrasah.html, diakses pada hari sabtu, tanggal 5 Oktober 214
[4]
Iim,” Profesionalisme dalam lembaga” dalam http://iim-blog.blogspot.com/2012/01/profesionalisme-dalam-lembaga.html diakses pada hari Jum’at, 4 Oktober 2014
[7] Adenisa, “Makalah kapita selekta pendidikan islam”
dalam http://adenisa1506.wordpress.com/2013/05/16/makalah-kapita-selekta-pendidikan-islam-2/diakses pada hari jum’at, 4 Oktober 2014
[8] Adenisa, “Makalah kapita selekta pendidikan islam”
dalam http://adenisa1506.wordpress.com/2013/05/16/makalah-kapita-selekta-pendidikan-islam-2/diakses pada hari jum’at, 4 Oktober 2014
[9]
Suroyo Agus, “Pengelolaan pendidikan di marasah” dalam http://suroyoagus.blogspot.com/2011/12/pengelolaan-pendidikan-di-madrasah.html, diakses pada hari sabtu, tanggal 5 Oktober 214
[10]
Adenisa, “Makalah kapita selekta pendidikan islam”
dalam http://adenisa1506.wordpress.com/2013/05/16/makalah-kapita-selekta-pendidikan-islam-2/diakses pada hari jum’at, 4 Oktober 2014