Saturday 15 November 2014

makalah PERADABAN ISLAM PADA MASA DAULAH BANI ABBASIYAH

PERADABAN ISLAM
PADA MASA DAULAH BANI ABBASIYAH

       I.            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah tidak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Hal ini berlaku pula bagi kita para mahasiswa IAIN Walisongo Semarang untuk  tidak hanya sekedar paham sains tapi juga paham akan sejarah peradaban Islam di masa lalu untuk menganalisa dan mengambil ibrah dari setiap peristiwa yang pernah terjadi. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaur-rasyidin maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit tentang  peradaban Islam pada Daulah Abbasiyah.
Abbasiyah berasal dari keluarga paman nabi yang bernama al-Abbas, dari golongan Hasyim di Makkah. Dan karena keturunan ini, mereka mengklaim legitimasi di mata orang-orang saleh, sesuatu yang tidak dimiliki Bani Umaiyah.[1][1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kemunculan Daulah Abbasiyah dan sistem kekhalifahannya?
2.      Bagaimana masa kejayaan Daulah Abbasiyah?
3.      Bagaimana runtuhnya Daulah Abbasiyah?
    II.            PEMBAHASAN
Dengan tumbangnya Daulah Bani Abbasiyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah mendapatkan tempat penerangan dalam masa kekhalifahan Islam saat itu, di mana Daulah Abbasiyah ini sebelumnya telah menata kekuatan yang begitu rapi dan terencana. Dalam makalah ini akan diuraikan sedikit mengenai masa kekhalifahan Abbasiyah, sistem politiknya, masa kejayaan dan prestasi apa saja yang pernah diraih serta apa saja penyebab runtuhnya Daulah Abbasiyah.
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah ditandai dengan pembangkangan yang  dilakukan oleh Dinasti Umaiyah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-rahman al-dakhil bergelar Amir (jabatan kepala wilayah ketika wilayah ketika itu), sedangkan di sisi lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan abd al-rahman al-dakhil terhadap bani abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh Muawiyah terhadap Ali Bin Abi Thalib. Dari segi durasi, kekuasaan dinasti Abbas termasuk lama yaitu sekitar lima abad.
Kekuasaan Dinasti Abbas atau Khalifah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan dinasti Umaiyah.
Dinamakan khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa ini adalah keturunan al-Abbas paman nabi Muhammad SAW. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132h-656h / 750m-1258m. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan pola politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbas menjadi lima periode:
1.      Periode pertama (132h-232h / 750m-857m), disebut periode pengaruh Persia pertama,
2.      Periode kedua (232h-334h / 847m-945m), disebut masa pengaruh Turki pertama,
3.      Periode ketiga (334h-447h / 945m-1055m), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4.      Periode keempat (447h-590h / 1055m-1194m), masa kekuasaan dinasti bani sejak dalam pemerintahan Khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan pengaruh Turki kedua.
5.      Peride kelima (590h-656h / 1194m-1258m) ,masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.
A.    Kelahiran Daulah Abbasiyah
Masa Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah “the golden age”. Pada masa itu umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahas asing ke bahasa arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Bani Abbas mewarisi imperium besar bani Umaiyah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh daulah Bani Umaiyah yang besar . Menjelang tumbangnya Bani Umaiyah telah terjadi kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara, terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran Islam. Termasuk salah satunya pengucilan yang dilakukan Bani Umaiyah terhadap kaum Mawali yang menyebabkan ketidakpuasan dalam diri mereka dan akhirnya banyak terjadi kerusuhan.
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Azis (717-720m) berkuasa. Khalifah itu dikenal memberikan toleransi kepada berbagai kegiatan keluarga Syi’ah. Keturunan bani Hasyim dan bani Abbas yang ditindas oleh bani umaiyah bergerak mencari jalan bebas, di mana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umaiyah dan membangun Daulah Abbasiyah. Di bawah pimpinan imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara dan mendapat pengikut yang banyak, tertutama dari golongan-golongan yang merasa ditindas, bahkan juga dari gholongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah Umaiyah.
Setelah imam Muhammad meninggal dan oleh anaknya Ibrahim, pada masanya inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah bersni dan cerdas dalam gerakan rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuaran dan akhirnya dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan. Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan kaum Syi’ah dalam mengorbankan perlawanan terhadap kekhalifahan Umaiyah. Abu Abbas kemudian memulai makkar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua keluarga khalifah, yang waktu itu dipegang oleh khalifah Marwan II Bin Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan Zulhijah 132h (750m) dengan terbunuhnya khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Abbasiyah.
Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris tahta kekhalifahan Umaiyah, yaitu Abdurrahman yang baru berumurt 20tahun, berhasil meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh ini yang kemudian berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umaiyah di seberang lautan, yaitu di Keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan  kekhalifahan Umaiayah dengan nama kekhalifahan Andalusia. Pada awalnya kakhalifahan Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai pusat pemertintahan dengan Abu Abbas As-Safah (750-754m) sebagai khalifah pertama. Kemudian khalifah penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (750-775m) memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad. Di kota Baghdad ini kemudian akan lahir sebuah imperium besar yang akan menguasai dunia lebih dari lima abad lamanya. Imperium ini dikenal dengan nama Daulah Abbasiyah.
Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah Umaiyah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umaiyah misalnya para bangsawan cenderung hidup mewah dan bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak belian serta istri peliharaan. Kehidupan cenderung pada kehidupan duniawi ketimbang nilai-nilai agama Islam.
B.     Sistem Politik, Pemerintahan, dan Sosial
1.      Sistem Politik dan Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya sebagai julukan al-Saffah yang berarti sang penumpah darah. Sedangkan khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai sidtem poltik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap bani Umaiyah di dala masalah sosial dan politik diskriminasi. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar “imam”, pemimpin masyarakat Muslim bertujuan untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan Abbasiyah mencontoh tradisi Umaiyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota.
Al-mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari dinasti Abbasiyah dan merupakan pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan. Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu di antaranya:
a.       Para khalifah tetap dari keturunan Arab murni,sedangkan pejabat lainnya diambil dari kaum Mawalai,
b.      Kota Baghdad dijadikan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain
c.       Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang harus dikembangkan.
d.      Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia.[2][2]

2.      Sistem Sosial
Pada masa ini sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (masa dinasti Umaiyah) akan tetapi pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu:
a.       Tampilnya kelompok Mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial.
b.      Kerajaan Islam Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa yang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab,dll).
c.       Perkawinan campuran yang menghasilkan darah campuran.
d.      Terjadinya pertukaran pendapat sehingga muncul kebudayaan baru.
C.    Kejayaan Daulah Abbasiyah
Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunia Islam. Para ulama Muslim yang ahli di dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunia timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik tertutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam.[3][3]
1.      Gerakan Penerjemahan
Meski kegiatan penerjemahan sudah mulai sejak Daulah Umaiyah, upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsif berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuwan di utus ke daerah Bynzantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai ilmu terutama filsafat dan kedokteran.
Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah khalifah al-mansur yang juga membangun ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan namun karya-karya berupa puisi, drama, cerpen, dan sejarah jarang diterjemahkan karena bidang ini dianggap kurang bermanfaat dan dalam hal bahasa, Arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.
Pada masa ini, ada yang namanya Baitul Hikmah yaitu perpustakaan yang berfungsi sebagasi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun ar-Rasyid diganti menjadi Khizanah al-hikmah (khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Pada masa al-Ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi bait, al-hikmah, yang digunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Binzantium, dan bahkan Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibnu harun. Di bawah kekuasaan al-Ma’mun, lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan matematika.[4][4]
2.      Dalam Bidang Filsafat
Pada masa ini pemikiran filsafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika, geometri, astronomi, dan juga teologi. Beberapa tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk di antaranya adalah al-Kindi, al-Farobi, Ibnu Sina, dan juga al-Ghozali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.
3.      Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di Mesir, sutra dari Syria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta bebagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Irak. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan negara lain. Karena insdustrialisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tidak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambah dari Nubia dan Sudan barat melambungkan perekonomian Abbasiyah. Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan yang sangat penting. Secara bersamaan dengan kemauan Daulah Abbasiyah, dinasti tang dari Cina juga mengalami masa puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan perdagangan dunia.

4.      Dalam Bidang Keagamaan
Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai dikembangkan. Dalam masa inilah ilmu metode tafsirnjuga mulai berkembang, tertuma dua metode penafsiran, yaitu Tafsir Bir Ra’i dan Tafsir Bil Ma’tsur. Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan penyempurnaan, pembukaan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang lainnya.
Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin ali (w. 122h/740m) yang berisi tentang fiqh syari’ah zaidiyah. Hakim agung yang pertama adalah Abu Hanifah (w. 150/767). Meski dianggap sebagai pendiri Mazhab Hanafi, karya-karya nya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul fiqh al-akbar (terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.
D.    Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Tak ada gading yang tak retak. Mugkin pepatah inilah yang sangat pas untuk dijadikan cermin atas kejayaan yang digapai Bani Abbasiyah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan hampir dalam segala bidang. Namun ia pun mulai kaku dan akhirnya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhannya daulah Abbasiyah, yaitu:
a.       Faktor internal
Mayoritas khalifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dan daerah sulit dilakukan. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka. Dengan profesionalisme angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
Permusuhan antara kelompok suku dan kelompok agama.
Merajalelanya korupsi di kalangan pejabat kerajaan.
b.      Faktor eksternal
Pertama, Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang/periode dan menelan banyak korban. Kedua, penyerangan atau penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu khan yang menghancurkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menandai berakhirnya kerajaan Abbasiyah dan muncul kerajaan Syafawiah di Iran, kerajaan Usmani di Turki dan kerajaan Mughal di India.[5][5]
Perang Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha ndan Kristen Nestorian.[6][6]
Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahl-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancurleburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerrusalem.[7][7]
 III.            KESIMPULAN
Dinamakan khalifah Bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan Abbas paman nabi muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Abdullah Ibn Abbas. Berdirinya dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan dinasti sebelumnya, yaitu dinasti Umaiyah. Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah dekat Kuffah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negar, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke Baghdad. Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
Puncak perkembangan Dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian di antaranya sudah di mulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun, lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas dengan berdirinya perpustakaan dari akademi. Pada beberapa dekade terakhir, Daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah Daulah Abbasiyah.
 IV.            PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi kebaikan makalah kami selanjutnya. Mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi kita semua. Amien…..


DAFTAR PUSTAKA


Amstrong, Katen. 2002. Islam Sejarah Singkat. Yogyakarta : Jendela
Hasyimy, A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang
C.E, Bosworth. 2003. Dinasti-Dinasti Islam. Jakarta : Akbar Media Eka Sarana
Yatim, Badri. 2002. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
http://amy-ora-mudeng.blogspot.com/2012/05/peradaban-islam-pada-masa-daulah-bani.html











1 comment: